Minggu, 24 Januari 2016

Tentang Pancing dan Ikan: Fungsi Pendidikan & Prasyarat-Prasyarat Strukturalnya


[Artikel untuk Koran, ditulis 15 Februari 1991]

Analogi harus diakui seringkali memudahkan penjelasan. Alih-alih memakai sejumlah besar konsep yang rumit dan abstrak, lebih baik mengambil perumpamaan yang bersahaja. Singkat. Tepat. Hanya saja masalahnya adalah orang cenderung menjadi kurang waspada, tidak menyadari sepenuhnya tentang sejumlah asumsi yang tersirat di dalamnya. Seakan-akan analogi berada dalam saturuang hampa; berdiri sendiri. Seakan-akan analogi mampu menggantikan sepenuhnya suatu gejala yang hendak dijalankan. Dan hal yang juga membahayakan, analogi terlampau memberi aksentuasi tunggal, mengabaikan keanekaragaman nuansa dan akurasi yang terdapat dalam konfigurasi realitas yang sebenarnya.

Analogi tentang pancing dan ikan, tentu saja, termasuk ke dalamnya. Pepatah kuno ini senantiasa dikumandangkan setiap kali orang berbicara tentang pendidikan; dan bagaimana pendidikan dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengangkat dari kemiskinan, meningkatkan taraf hidup masyarakat. Mulai dari ulama, ninik-mamak, dan kaum cendekia hingga kepala negara, semuanya menganjurkan pandangan hidup ini: “Jangan beri ikan, tapi ajarilah orang cara memancing.”

Pesan yang ingin disampaikan melalui analogi ini memang cukup gamblang. Dengan memberi makanan, orang mungkin hanya bisa hidup dalam satu hari; sedangkan dengan memberikan keterampilan, orang bisa bertahan seumur hidup. Lebih jauh lagi, dengan memberi makanan hanya akan menciptakan ketergantungan; sebaliknya, dengan memberi keterampilan, orang dapat mengembangkan kemandirian. Secara tidak langsung pesan ini menggarisbawahi titik peralihan awal dari tata cara berproduksi yang menekankan pada penguasaan alat produksi. Dalam bentuk pesan yang lebih tendensius, singkatnya, pendidikan adalah kunci kehidupan.

Sebenarnya tidak ada yang salah dalam pepatah klise ini. Namun beberapa pertimbangan tertentu harus dikembangkan guna menelaah relevansi analogi tersebut dengan kondisi dan situasi yang berlaku sekarang ini. Dan hal yang lebih penting lagi, perlu dieksplisitkan sejumlah asumsi tentang sejumlah prasyarat struktural yang mewadahinya. Hanya dengan eksplifikasi semacam ini, maka keberlakuan pepatah di atas menjadi tetap relevan.


Tentang Pemilikan Ikan

Prakondisi yang diperlukan sebelum mengajar orang memancing ikan adalah orang yang bersangkutan memang telah memiliki sejumlah ikan terlebih dulu. Fakta ini sama sekali tidak kontradiktif. Pertama, karena ikan diperlukan bagi pemenuhan kebutuhan biologisnya. Kedua, karena ikan adalah semacam aset, suatu alat tukar yang dipakai guna membiayai pendidikan tentang memancing itu sendiri.

Mengajar orang memancing adalah lebih baik daripada memberi ikan. Namun tentunya pepatah ini tidak berlaku pada semua kasus. Dalam sejumlah kasus, hal yang sebaliknya malah dianggap merupakan hal yang paling baik. Misalnya saja dalam konteks masyarakat miskin yang sebagian besar penduduknya menderita kelaparan (hampir tidak pernah makan ikan); memberi pendidikan memancing tentulah menjadi upaya yang sia-sia, sama sekali tidak bermanfaat.

Orang kelaparan tidak pernah bisa belajar; bagian perut jauh lebih penting dibanding bagian kepala. Dan orang miskin tidak pernah bisa membiayai pendidikan, sekalipun dengan alasan untuk mengatasi kemiskinan dan kelaparan yang sekarang mereka alami. Dalam kasus ini, pepatah sebaiknya direvisi menjadi “berilah ikan bila hendak mengajar memancing pada orang kelaparan.”


Tentang Pendidikan Memancing

Satu hal yang patut dikagumi dalam pepatah ini terletak pada pesannya yang menyatakan bahwa orientasi pokok pendidikan adalah, bagaimana pun, bermuara pada pekerjaan. Dalam hal ini pendidikan diarahkan manusia untuk mampu menghidupi dirinya; yakni, memancing. Pendidikan pada dasarnya tidak pernah menjadi tujuan dalam dirinya sendiri. Pendidikan, sebaliknya, justru merupakan sarana yang membekali seorang manusia agar bisa hidup mandiri. Dan kemandirian tersebut bisa diperoleh manusia pada pekerjaan.

Demikian pula dengan pendidikan memancing. Tujuannya adalah menyiapkan orang agar, seusai masa pendidikan, mereka mampu berprofesi sebagai pemancing berkompeten, yang mampu memenuhi sendiri segenap kebutuhan hidupnya, dan juga keluarganya kelak. Guna mencapai tujuan pendidikan tersebut, kurikulum disusun menurut teori dan praktek memancing yang terbukti terbaik.

Dan dengan bantuan para pengajar pemancing yang berpengalaman, orang diajar berbagai teori mulai dari pengetahuan tentang iklim dan cuaca; tentang suhu udara dan air; tentang tipologi lokasi pemancingan; tentang pembuatan peralatan pancing; tentang tipologi dan anatomi ikan, umpan, hingga tata cara memancing, dan sebagainya. Pengajaran diakhiri dengan praktek memancing secara intensif di berbagai lokasi pemancingan dan cuaca yang berbeda. Ijazah dan brevet keahlian memancing diberikan kepada mereka yang minimal berhasil mengumpulkan satu kuintal ikan segar dalam berbagai jenis dan ukuran dalam satu kurun waktu tertentu pada lokasi pemancingan yang berlainan.


Tentang Pancing

Mengajar orang memancing adalah satu hal; ketersediaan alat pancing itu sendiri adalah hal lain. Setelah memahami dan menguasai berbagai teknik dan prosedur memancing, langkah berikutnya adalah mempraktekkannya. Guna keperluan tersebut, alat pancing itu sendiri harus tersedia; atau setidaknya tersedia bahan-bahan baku yang bisa dirakit sendiri menjadi pancing.

Ada berbagai peralatan pancing yang tersedia. Ada yang sederhana, karena hanya merupakan joran yang terbuat dari bambu, tali nilon standar, dan kail seng. Ada pula yang canggih, terbuat dari fiberglas yang dikonstruksi seperti antena yang praktis, dan dilengkapi dengan roda pemutar elektronis; nilon super kuat berukuran ratusan feet; pelampung; sonar; sensor; dan kail yang bisa dikemudikan dengan remote control. Orang bisa memilih peralatan pancing mana yang paling sesuai.

Umumnya orang memilih yang terbaik, karena semakin baik peralatan memancing, maka semakin banyak dan semakin terjamin pula perolehan ikannya. Sayangnya, tentu saja, tidak mungkin semua orang dapat memperoleh pancing yang terbaik. Hanya mereka yang berada dalam kelas sosial-ekonomi tertentu yang mampu memilikinya.


Tentang Kolam

Dengan perut yang telah terisi penuh, pendidikan memancing akhirnya berhasil diselesaikan. Pancing pun tersedia. Masalahnya sekarang, di mana memancingnya? Tentu saja harus ada lokasi pemancingan, sebuah kolam; yakni suatu cekungan tanah yang penuh berisi air sebagai tempat habitat hidup ikan dan berbagai jenis satwa air lainnya. Kolam adalah, dengan kata lain, prasarana fisik yang dibutuhkan sebagai tempat memancing. Tanpa kehadiran kolam, orang tidak mungkin memancing; bahkan mungkin pendidikan memancing itu sendiri menjadi tidak relevan.

Banyak kolam yang tersedia. Secara teoritis pemancing bisa memilih sendiri kolam yang akan digunakannya; apakah berukuran besar, sedang, atau kecil; apakah lokasinya indah dan fasilitasnya lengkap, atau mungkin, sebaliknya, sangat sederhana. Namun pilihannya tersebut pada gilirannya akan membawa konsekuensi biaya. Hal ini terjadi karena, pertama, ia harus membayar uang sewa kepada pemiliknya; atau, kedua, ia membangun dan mengelola sendiri kolamnya.


Tentang Ikan

Kolam telah tersedia. Tapi satu pertanyaan tetap menggantung: apakah kolam tersebut ada ikannya? Tidak semua kolam ada ikan; kolam renang misalnya, tentu tidak pernah dipakai sebagai tempat pemeliharaan ikan. Hanya kolam tertentu yang mengandung ikan. Namun demikian masing-masing kolam tersebut memiliki ukuran, jumlah, dan jenis ikan yang berbeda-beda. Ada kolam yang lengkap memiliki berbagai jenis ikan mulai darikoki yang beratnya hanya beberapa gram, mujair, sepat, hingga ikan mas, gurame yang beratnya bisa mencapai 10 kg; bahkan ada juga arwana. Sedangkan kolam lain mungkin hanya memiliki ikan lele lokal yang ukurannya sangat kecil dibanding lele dumbo.

Walau begitu perlu ditegaskan di sini bahwa tidak semua kolam yang ada ikannya tersebut boleh bebas dipancing. Sebagian kolam, biasanya justru yang paling banyak mengandung ikan, merupakan monopoli individu atau kelompok sosial tertentu. Sebagian lain hanya ditujukan bagi para anggota khusus yang memiliki atribut-atribut eksklusif.

Bagi para pemancing yang tidak termasuk ke dalam dua golongan tersebut, jangan khawatir, masih ada cukup banyak tersedia kolam-kolam ber-ikan lainnya, asalkan mereka memenuhi kondisi berikut ini. Pertama, pemancing bersedia membayar karcis masuk. Kedua, mereka bersedia memancing ikan-ikan yang kekenyangan, karena telah diberi makan sebelumnya oleh pemilik kolam. Dan ketiga, pemancing bersedia memperoleh ikan-ikan kecil dan dalam jumlah yang terbatas.


Tentang Umpan

Ikan tidak mungkin diperoleh bila tidak ada umpan; yakni suatu jenis makanan yang sangat disukai ikan. Tanpa umpan, ikan tidak akan mendekati kail si pemancing, memakannya, dan menyangkutkan diri, menggelepar, dan mengerjat. Guna keperluan itu, para pemancing harus mencari serta meramu sendiri umpannya. Dan agar efektif, mereka perlu meramu beraneka ragam umpan yang spesifik, sesuai dengan jenis ikan yang ingin diperoleh.

Pemancing yang handal telah lama mengetahui bahwa jenis dan jumlah ikan yang diperolehnya akan sangat tergantung pada mutu umpan yang diramunya. Kaidah umum, semakin bermutu umpannya, semakin berkualitas dan semakin banyak ikan yang mungkin diperolehnya.

Umpan modern tidak lagi mengandalkan bahan-bahan yang tidak berselera seperti laron, cacing, ubi, atau terasi; melainkan adonan udang, daging, lengkap dengan saus dan bumbu masak. Tidak cukup dengan itu, pemancing modern juga melengkapi umpan mereka dengan berbagai alat bantu berteknologi canggih, seperti lampu penarik perhatian ikan; sonar pencari jejak gerombolan ikan; dan kail yang mampu bergerak sendiri karena dilengkapi dengan remote control. Kendati begitu sebagaimana pancing, tidak semua orang mampu memiliki akses yang sama untuk memperoleh umpan yang terbaik.


Tentang Pasar Ikan

Sejumlah ikan telah diperoleh. Sebagian ikan yang malang tersebut langsung disantap oleh pemancing beserta keluarganya. Salah satu kebutuhan primer, yang bersifat biologis sekarang telah terpenuhi. Namun sebagai manusia yang lengkap, mereka juga memiliki kebutuhan primer lainnya, sandang dan papan; serta kebutuhan sekunder, tersier, dan seterusnya.

Segenap kebutuhan ini sebenarnya dapat dipenuhi sepanjang tersedia kelebihan ikan yang tidak habis dikonsumsi dalam jumlah yang cukup memadai. Dengan demikian, orang yang bersangkutan dapat menjualnya dengan harga yang sepadan kepada pasar ikan, yakni suatu sarana yang mempertemukan para pemancing yang memiliki kelebihan ikan dengan anggota masyarakat lain yang bukan pemancing, namun sangat membutuhkan ikan sebagai bahan makanan mereka.

Sayangnya ada beberapa kondisi tertentu yang mungkin dapat menghalangi tercapainya pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier para pemancing tersebut. Pertama, mungkin tidak ada perolehan ikan yang berlebih mengingat sebagian besar pemancing tidak memiliki akses yang sama untuk memiliki pancing, kolam, ikan, dan umpan yang terbaik. Kedua, mungkin secara agregat ada perolehan ikan yang berlebih, namun hanya bisa dijual di bawah harga yang sebenarnya. Hal ini disebabkan oleh, ketiga, hadirnya suatu bentuk kartel yang senantiasa berusaha memanipulasi harga ikan di pasar demi kepentingan sepihak, yakni sekelompok elit yang biasanya juga merupakan pihak yang secara terorganisasi menguasai jalur produksi dari hulu hingga ke hilir.


Kesimpulan

Efektivitas pendidikan memancing tergantung pada sejumlah kondisi berikut ini. Siswa-siswa calon pemancing terlebih dulu harus memiliki cukup banyak ikan. Sebagian untuk memenuhi kebutuhan biologis mereka sendiri. Sedang sebagian lain dipakai untuk membiayai pendidikan memancing; dan sejumlah prasarana penunjangnya, seperti untuk membeli peralatan pancing, membayar karcis masuk ke kolam ikan, dan membeli umpan.

Lebih lanjut, siswa-siswa sekolah pemancingan harus berada dalam kondisi lingkungan yang sedemikian, sehingga mereka mampu mengembangkan perilaku pemancingan yang kondusif. Unsur-unsur yang harus terdapat dalam lingkungan tersebut adalah antara lain, yang terpenting, kolam, ikan, dan pasar ikan. Mereka adalah prasyarat-prasyarat struktural yang sangat penting. Tanpa kehadiran unsur-unsur tadi, tidak mungkin sekolah pemancingan akan berfungsi. Tanpa kehadiran mereka, pepatah “jangan memberi ikan, tapi ajarilah orang cara memancing” hanyalah suatu ungkapan yang tidak berguna. Hampa. Tidak bermakna.

*Iqbal Djajadi, Ketua Forum for Organizational & Industrial Studies (FOIS), Lab Sosiologi FISIP-UI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar