Sabtu, 24 September 2016

Agama Baduy: Sunda Wiwitan



Materi Perkuliahan Sosiologi Agama, 19 Oktober 2011
[Materi asli dalam bentuk Power Point]


Apakah Ada Agama Baduy?

      Seorang lelaki berusia 60 tahunan, berpeci putih dan bersarung, di sebuah kampung Baduy Luar mengatakan bahwa ada kebiasaan di kalangan orang Banten tertentu untuk datang berziarah ke Baduy sebelum mereka naik haji. Hal yang sama juga dilakukan oleh orang-orang yang karena kemampuan ekonominya tidak dapat naik haji. Mereka yang disebut terakhir ini, berharap dengan berziarah ke Baduy mereka satu waktu dapat naik haji, atau setidaknya menjadi haji kecil.

      Menjawab pertanyaan saya, lelaki yang dianggap pemuka agama Islam di sana itu mengatakan, orang Baduy kendati bukan orang Islam, namun memiliki ciri-ciri Keislaman, dan doa mereka lebih manjur, lebih didengar Tuhan. Saya tidak tahu  seberapa jauh kebenaran anggapan itu hingga beberapa bulan kemudian, seorang dosen asal Jawa meminta saya untuk menemaninya ke Baduy, karena ia akan naik haji.

      Siapakah orang Baduy? Benarkah mereka memiliki agama sendiri yang distingtif, berbeda dengan agama-agama yang diakui oleh pemerintah?


Sepintas Geografi Orang Baduy

      Masyarakat Baduy bertempat tinggal di tanah adat (ulayat) di daerah pedesaan di antara perbukitan dan pegunungan Kendeng, Banten Selatan, yakni Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Letak Desa Kanekes sekitar 17 kilometer sebelah selatan kota Kecamatan Leuwidamar. Sekitar 38 kilometer sebelah selatan kota Kabupaten Lebak. Sekitar 65 kilometer sebelah selatan Ibu kota Propinsi Banten. Dan, sekitar 172 kilometer sebelah barat Ibu kota Jakarta.

      Luas desa ini 5.101,85 hektar yang terdiri dari pemukiman masyarakat (2.101,85 hektar) dan hutan lindung mutlak (taneuh larangan) seluas 3.000 hektar, yang menempatkannya  sebagai wilayah desa terluas dibanding rata-rata desa di Banten.

      Masyarakat Baduy berjumlah 10.879 jiwa, laki-laki 5.465 jiwa dan perempuan 5.414 jiwa, (Data Sensus Penduduk Desa Kanekes Pebruari 2008) dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1.79 % per tahun. Seiring pertumbuhan warga yang pesat, perubahan lahan tempat tinggal (teritorial) pun terus menerus berkembang meluas.

      Secara administratif masyarakat Baduy dibagi menjadi dua: Baduy Dalam dan Baduy Luar. Masyarakat Baduy Dalam yang berjumlah 1.053 jiwa menempati tanah yang didiami tiga kampung: Cikeusik, Cikertawa dan Cibeo. Masyarakat Baduy Luar yang berjumlah 9.826 jiwa menempati tanah yang didiami 57 kampung dan 5 babakan (pemekaran kampung). Pada tahun 2003 diketahui bahwa masyarakat Baduy Luar hanya memiliki 45 kampung dan 6 babakan.


Sosiografi Orang Baduy

      Sebutan Baduy kemungkinan berasal dari luar (terutama sarjana Belanda), namun mungkin juga berasal dari fakta mereka berada di suatu lokasi yang bernama sama (gunung dan sungai). Mereka sendiri lebih mengidentifikasi diri berdasarkan nama desa atau kampungnya.

      Terlepas dari sebutannya, mereka adalah orang Sunda sebagaimana terlihat dari sebutan agama dan bahasa yang mereka biasa gunakan sehari-hari.

      Pihak luar mengatakan bahwa mereka adalah pelarian dari Kerajaan Sunda yang beribu kota Pajajaran, namun mereka sendiri menolak anggapan itu dengan mengatakan bahwa mereka memiliki kisah kejadian sendiri.

      Sebagaimana istilah Sunda Wiwitan, Sunda Pertama, mereka adalah manusia pertama yang dilahirkan di bumi, persisnya di Kanekes sebagai inti jagad. Tuhan memang menciptakan Adam, tetapi mereka bukan langsung berasal dari Adam. Mereka berasal langsung dari salah satu dari tujuh Batara (Batara Tujuh atau Sanghyiang Tujuh).


Nama-Nama Tuhan di Kalangan Orang Baduy

      Sang Hiyang Keresa (Yang Maha Kuasa)
      Nu Ngersakeun (yang Maha Menghendaki)
      Batara Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa)
      Batara Jagat (Penguasa Alam)
      Batara Seda Niskala (Yang Gaib)


Kosmologi Baduy 1

      Ada tiga alam: Buana Nyuncung, tempat bersemayamnya Sang Hiyang Karesa; Buana Panca Tengah,  tempat manusia dan makhluk lainnya; dan Buana Larang, tempat yang menyerupai neraka. Di antara dua alam yang disebut pertama, ada 18 lapisan alam, salah satu di antaranya yang teratas adalah Bumi Suci Alam Padang (Alam Kahiyangan atau Mandala Kahiyangan). 

      Di alam yang memiliki 18 lapisan itulah bersemayam semua Dewa Hindu (seperti Brahma, Wisnu, Syiwa, Indra, Yama dsb) termasuk Nyi Pohaci Sanghiyang Asri dan Sunan Ambu. Semua tunduk kepada Sang Hiyang Keresa.


Kosmologi Baduy 2

      Kekuasaan Tuhan dipahami oleh umat Sunda Wiwitan sebagai pencipta alam semesta. Dalam mitos penciptaan Baduy dijelaskan bahwa “dunia pada waktu diciptakan masih kosong, kemudian Tuhan mengambil segenggam tanah dari bumi dan diciptakanlah Adam.

      Dari tulang rusuk Adam terciptalah Hawa. Tuhan juga menciptakan Batara Tujuh, yaitu: (1) Batara Tunggal, (2) Batara Ratu, (3) Puun yang dititipkan di Kanekes (Cikeusik, Cikertawana, Cibeo), (4) Dalem, (5) Menak, (6) Putri Galuh dan (7) Nabi Muhammad yang diturunkan di Mekah. Batara Tujuh merupakan Sanghyang Tujuh yang bersemayam di Sasaka Domas” Dari mitos penciptaan ini, masyarakat Baduy menyakini bahwa manusia yang pertama kali diciptakan di bumi ini berada di Kanekes sebagai inti jagat, pancer bumi. Karena itu, mereka melaksanakan ritual ibadah pemujaan di Sasaka Domas sebagai penghormatan kepada roh karuhun, nenek moyang. Mereka menyakini juga agamanya adalah Sunda Wiwitan, bukan Hindu ataupun Islam.


Kosmologi Baduy 3

      Nabi Adam diyakini oleh umat Sunda Wiwitan sebagai simbol penciptaan manusia pertama yang berada di Sasaka Domas. Keyakinan seperti ini terdapat juga di dalam agama masyarakat Jawa yang masih menghormati raja-raja, nenek moyang, mereka.

      Bahwa antara Nabi Islam, Batara Hindu dan raja Jawa terdapat relasi genealogis, seperti termaktub di dalam pembukaan kitab Babad Tanah Jawi: “Sejarah raja-raja Jawa berawal dari Nabi Adam sebagai sumbernya. Nabi Adam menurut asal-usul menurunkan Nabi Sis. Nabi Sis sendiri kemudian berputra Nurcahya. Nurcahya menurunkan Nurasa. Dari Nurasa lahir putranya yang bernama Sang Hyang Wening kemudian menurunkan Sang Hyang Tunggal. Kemudian Sang Hyang Tunggal berputrakan sang Batara Guru. Batara Guru berputra lima, diberi nama: Batara Sambo, Batara Brama, Batara Maha Dhewa, Batara Wisnu, dan Dewi Sri. Batara Wisnu, putra keempat dari Batara Guru, bertakhta di suatu kerajaan di pulau Jawa, bergelar prabu Set. Istana Batara Guru itu yang disebut Suralaya (Sudibjo, t.t: 7).”


Kosmologi Baduy 4

      Batara Tunggal yang dipercayai oleh umat Sunda Wiwitan adalah manusia biasa yang tidak pernah mati, akan tetapi jasad dan rohnya ngahiyang, sirna, dari dunia ini. Mereka menyakini juga bahwa Batara Tunggal-lah yang mengatur nasib dan kehidupan manusia di muka bumi ini. Begitu pun, Dalem dan Menak adalah karuhun, nenek moyang yang jasad dan rohnya ngahiyang, sirna. Sebab itu, diyakini bahwa Kanekes tidak akan hilang hingga saat ini, seiring terpeliharanya keturunan puun.


Inti Ajaran Sunda Wiwitan

      Mereka beriman kepada yang gaib, yang tidak bisa dilihat dengan mata, tetapi dapat diraba dengan hati. Nabi-nabi yang diimani secara eksplisit adalah Nabi Adam dan Nabi Muhammad. Mereka beriman kepada hidup, sakit, mati dan nasib adalah titipan. Umat Sunda Wiwitan menjalankan juga ritual ibadah sunah Rasul, yakni sunat atau khitan.

      Ritus sunat diyakini sebagai nyelamkeun, mengislamkan, bagi laki-laki pada umur 4-7 tahun dan juga perempuan. Dan, mereka tak lupa melaksanakan ritual ibadah puasa kawalu, lebaran. Puasa ini dilakukan hanya sehari pada bulan pertama, kedua, dan ketiga dalam setahun sekali.


Syahadat Baduy Dalam

      “asyhadu syahadat Sunda                   (asyhadu syahadat Sunda)
           
      jaman Allah ngan sorangan                Allah hanya satu        
      kaduanana Gusti Rosul                       kedua para Rasul       
      ka tilu Nabi Muhammad                     ketiga Nabi Muhammad
      ka opat umat Muhammad                  keempat umat Muhammad  
      nu cicing di bumi angaricing             yang tinggal di dunia ramai  
      nu calik di alam keueung                    yang duduk di alam takut
      ngacacang di alam mokaha               menjelajah di alam napsu     
      salamet umat Muhammad”               selamat umat Muhammad    


Syahadat Baduy Luar

      “asyhadu Alla ilaha illalah                 
      wa asyhadu anna Muhammad da Rasulullah

      isun netepkeun ku ati                   aku menetapkan dalam hati                          
      yen taya deui Allah di dunya ieu  bahwa tiada lagi Tuhan di dunia ini       
      iwal ti Pangeran Gusti Allah       selain Pangeran Gusti Allah   
      jeung taya deui iwal ti Nabi        tiada lagi selain Nabi dan
      Muhammad utusan Allah”          Muhammad utusan Allah


Pandangan tentang Syahadat

      Syahadat Baduy Dalam adalah syahadat Sunda Wiwitan yang disampaikan kepada puun, sebagaimana masa Islam awal syahadat Islam disampaikan kepada Nabi Muhammad. Sedangkan, syahadat Baduy Luar adalah syahadat Islam yang diucapkan ketika melangsungkan pernikahan secara Islami.

      Dalam konsepsi orang Sunda Wiwitan “kami mah ngan kabagean syahadatna wungkul, hente kabagean sholat.  Bahwa mereka hanya memperoleh syahadatnya, sedangkan rukun-rukun Islam lainnya tidak pernah diperoleh.


Sasaka Domas

      Kiblat ibadah pe-muja-an umat Sunda Wiwitan disebut Sasaka Domas, atau Sasaka Pusaka Buana atau Sasaka Pada Ageung. Sasaka Domas adalah bangunan punden berundak atau berteras-teras sebanyak tujuh tingkatan. Setiap teras diberi hambaro, benteng, yang terdiri atas susunan “menhir” (batu tegak) dari batu kali. Pada teras tingkat keempat terdapat menhir yang besar dan berukuran tinggi sekitar 2 m. Pada tingkat teratas terdapat “batu lumpang” dengan lubang bergaris tengah sekitar 90 cm, menhir dan “arca batu”.

       Arca batu ini disebut Arca Domas. Domas berarti keramat, suci. Tingkatan teras, makin ke selatan undak-undakan makin tinggi dan suci yang letaknya di tengah hutan tua yang sangat lebat, hulu sungai Ciujung dan puncak gunung Pamuntuan. Bangunan tua ini merupakan sisa peninggalan megalitikum. Sebagai kiblat ibadah, Sasaka Domas diyakini sebagai tanah atau tempat suci, keramat, para nenek moyang berkumpul.


Ritus Muja 1

      Di tanah suci ini umat Sunda Wiwitan melaksanakan ritual pemujaan. Ritus muja adalah ziarah memanjatkan doa dan membersihkan obyek utama pemujaan Baduy. Ibadah ritual pe-muja-an di Sasaka Domas dipimpin oleh puun Cikeusik. Tujuan ritus muja adalah untuk me-muja para karuhun, nenek moyang, dan menyucikan pusat dunia. Dalam ritual ini hanya orang-orang tertentu yang melaksanakan muja atas nama masyarakat Baduy secara keseluruhan, yakni, para puun dan orang-orang yang ditunjuk. Orang-orang ditunjuk melaksanakan ritus muja bukan didasarkan kriteria tertentu. Ritual ini dilaksanakan selama tiga hari: tanggal 16, 17, dan 18 pada bulan Kalima. Waktu tiga hari ritual terbagi terdiri dari, dua hari untuk pergi dan pulang dan sehari untuk ibadah ritual muja.


Ritus Muja 2

      Prosesi ziarah menuju ke Sasaka Domas harus melalui sisi sebelah utara, tidak boleh dari sisi selatan. Ritual muja dimulai oleh puun pada teras tingkat pertama, dengan menghadap ke selatan, arah puncak. Selesai ritual muja biasanya pada tengah hari, sekitar pukul 11.00-13.00. Setelah ritual muja, dilanjutkan dengan membersihkan dan membenahi pelataran teras. Sampai pada teras teratas (ketujuh), para pe-muja menyucikan muka, tangan dan kaki pada batu lumpang yang disebut Sanghyang Pangumbaran. Keadaan air di dalam “batu lumpang” adalah simbol keadaan alam Baduy. Jika airnya penuh dan jernih, menandakan akan turun hujan banyak, cuaca baik, dan panen berhasil. Sebaliknya, jika air dangkal dan keruh menandakan kekeringan dan kegagalan panen. Pada keadaan “menhir” di puncak, jika dipenuhi lumut menandakan akan mendapatkan kesentosaan dan kesejahteraan dalam tahun bersangkutam, tetapi sebaliknya dapat memperoleh kesengsaraan dan kesulitan.


Ritus Muja 3

      Umat Sunda Wiwitan yang berniat, tidak diwajibkan, meminta berkah datang pada sore tanggal 18 Kalima dan menanti para pe-muja di alun-alun depan rumah jaro Cikeusik atas nama dan restu puun Cikeusik. Mereka membentuk kelompok berdasarkan asal kampungnya. Setiap kelompok beranggota 5-10 orang dan memiliki juru bahasa dari kokolot kampung. Juru bahasa berfungsi mengantar, mengenalkan dan mengutarakan niat kedatangannya. Mereka wajib berpuasa dan mengenakan pakaian yang baik dan bersih. Masing-masing orang membawa sesaji dan uang kertas (semampunya) yang akan diserahkan kepada jaro sebagai imbalan berkah. Berbuka puasanya tergantung pada kedatangan para pe-muja dan setelah selesai mandi serta isyarat dari puun Cikeusik. Waktu berbuka puasa biasanya antara pukul 15.00-19.00, waktu lingsir dan burit. Berbuka puasanya dengan luluy yang disediakan oleh palawari. Luluy adalah sejenis lemang atau lontong dari beras yang dibungkus daun patat dan dimasukkan dan dimasak di dalam bambu. Palawari adalah 5-7 orang laki-laki yang bertugas dan bertanggung jawab membuat luluy. Tujuan meminta berkah adalah memohon keselamatan dan kemurahan rezeki.


Ritus Muja 4

      Prosesi meminta berkah di rumah jaro Cikeusik. Seluruh kelompok duduk bersila di ruang tepas, sedangkan jaro duduk bersila di ruang imah. Juru bahasa lebih dahulu masuk ke ruang imah menghadap jaro untuk mengenalkan diri dan kelompoknya serta menyampaikan niat dan tujuan mereka. Jaro duduk bersila di sisi selatan ruang imah menghadap utara, sedangkan juru bahasa berada di sisi utara menghadap ke selatan (jaro). Juru bahasa langsung menyerahkan sesajinya kepada jaro. Setelah menerima sesaji, jaro mengambil sepotong luluy yang di dalamnya dimasukkan jukut komala dan lemah bodas. Jukut komala, rumput permata adalah lumut yang menempel di teras tingkat kedua Sasaka Domas, sedang lemah bodas, tanah putih. Keduanya diambil pada teras tingkat kedua dari sebelah utara. Lalu, luluy diberi jampi-jampi, ditiup tiga kali dan disuapkan kepada seorang peminta berkah. Akhirnya, juru bahasa memohon diri dan keluar meninggalkan ruang imah, lalu mempersilakan anggota kelompoknya masuk ke ruang imah secara bergiliran menghadap jaro. Mereka yang sudah mendapatkan berkah segera ke luar rumah jaro. Prosesi ini berlangsung hingga larut malam, bahkan pernah terjadi hingga fajar.


Ritus Muja 5

      Prosesi meminta berkah berkiblat kepada prosesi ziarah ke Sasaka Domas, yakni berkiblat menghadap ke arah selatan, tempat suci, Sasaka Domas. Karena itu, kiblat ibadah pe-muja-an umat Sunda Wiwitan ke arah selatan. Hal ini berbeda dengan ibadah shalat umat Islam Indonesia yang berkiblat menghadap ke arah barat, Ka’bah.

      Pada dasarnya prosesi ibadah pe-muja-an di tanah suci, Sasaka Domas mirip dengan prosesi ibadah haji di tanah suci, Ka’bah. Ibadah haji dilaksanakan pada tanggal 8, 9, dan 10 Dzulhijah. Pada tanggal 9 Dzulhijah umat Islam yang tidak melaksanakan ibadah haji disunatkan berpuasa Arafah. Dan, sebagian umat Islam Indonesia berbuka puasa biasanya dengan nasi lontong atau ketupat. Setelah jamaah haji datang di rumah masing-masing, tidak sedikit masyarakat Islam yang datang dan meminta berkah kepada orang yang telah melaksanakan ibadah haji. Karena itu, yang jelas membedakan dengan Islam, keimanan, dan ketaatan Sunda Wiwitan kepada Tuhan terkandung di dalam makna simboliknya supaya senantiasa menjaga dan melestarikan hutan, sungai, dan puncak gunung berada dalam ekosistemnya supaya memberikan kedamaian dan kesejahteraan pada umat manusia.


Pikukuh, Aturan Adat Mutlak

      Pandangan hidup (world view) umat Sunda Wiwitan berpedoman pada pikukuh, aturan adat mutlak. Pikukuh adalah aturan dan cara bagaimana seharusnya (wajibnya) melakukan perjalanan hidup sesuai amanat karuhun, nenek moyang. Pikukuh ini merupakan orientasi, konsep-konsep dan aktivitas-aktivitas religi masyarakat Baduy. Hingga kini pikukuh Baduy tidak mengalami perubahan apa pun, sebagaimana yang termaktub di dalam buyut (pantangan, tabu) titipan nenek moyang. Buyut adalah segala sesuatu yang melanggar pikukuh. Buyut tidak terkodifikasi dalam bentuk teks, tetapi menjelma dalam tindakan sehari-hari masyarakat Baduy dalam berinteraksi dengan sesamanya, alam lingkungannya, dan Tuhannya.


Ilustrasi Pikukuh 1

      buyut nu dititipkeun ka puun                   buyut yang dititipkan kepada puun   
      nagara satelung puluh telu                      negara tiga puluh tiga           
      bangsawan sawidak lima                        sungai enam puluh lima        
      pancer salawe nagara                             pusat dua puluh lima negara
      gugung teu meunang dilebur gunung      tak boleh dihancur     
      lebak teu meunang diruksak lembah       tak boleh dirusak       
      larangan teu meunang ditempak             larangan tak boleh dilanggar
      buyut teu meunang dirobah buyut           tak boleh diubah        
      lojor teu meunang dipotong panjang      tak boleh dipotong     
      pondok teu meunang disambung             pendek tak boleh disambung
      nu lain kudu dilainkeun                           yang bukan harus ditiadakan
      nu ulah kudu diulahken                           yang lain harus dipandang lain         
      nu enya kudu dienyakeun                        yang benar harus dibenarkan            
      mipit kudu amit                                       mengambil harus pamit        
      ngala kudu menta                                   mengambil harus minta        


Ilustrasi Pikukuh 2

      nyaur kudu diukur                       bertutur harus diukur            
      nyabda kudu diunggang  berkata harus dipikirkan agar tak menyakitkan
      ulah ngomong sageto-geto          jangan bicara sembarangan  
      ulah lemek sadaek-daek              jangan bicara seenaknya       
      ulah maling papanjingan             jangan mencuri walaupun kekurangan  
      ulah jinah papacangan                jangan berzinah dan berpacaran      
      kudu ngadek sacekna                  harus menetak setepatnya    
      nilas saplasna                              menebas setebasnya
      akibatna                                       akibatnya       
      matak burung jadi ratu               bisa gagal menjadi pemimpin           
      matak edan jadi menak               bisa gila menjadi menak       
      matak pupul pengaruh                bisa hilang pengaruh
      matak hambar komara               bisa hilang kewibawaan        
      matak teu mahi juritan               bisa kalah berkelahi   
      matak teu jaya perang                bisa kalah berperang
      matak eleh jajaten                      bisa hilang keberanian          
      matak eleh kasakten”                 bisa hilang kesaktian


Puun

      Pemegang mandat pelaksana buyut di atas adalah puun. Sebab itu, terdapat buyut   tindakan puun yang terkodifikasi secara internal dalam diri puun:   
-          tidak boleh beristri lebih dari seorang
-          tidak boleh makan daging
-          tidak boleh bertemu dengan orang luar sebelum mencapai umur 25 tahun, kalau menjadi puun dalam usia muda
-          makan harus menggunakan piring kayu, cangkir bambu atau batok kelapa, tidak boleh merokok
-          tidak boleh bepergian ke luar kecuali dipanggil pemerintah, itu pun tidak boleh naik kendaraan

      Buyut bagi puun tersebut diorientasikan supaya puun tetap terjaga kesuciannya dalam bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan buyut bagi umat Sunda Wiwitan.


Buyut

      Dalam praktiknya buyut Sunda Wiwitan tersebut terbagi menjadi dua jenis: buyut adam tunggal dan buyut nahun. Buyut adam tunggal adalah tabu pokok dengan tabu-tabu kecil lainnya yang hanya berlaku bagi masyarakat Baduy Dalam tangtu. Buyut nahun adalah tabu yang didasarkan hal-hal pokok saja yang berlaku bagi masyarakat Baduy Luar penamping dan dangka.

      Misalnya, pikukuh buyut mengolah tanah pertanian menjadi sawah serta menanam pohon kopi dan cengkeh hanya berlaku bagi masyarakarat Baduy Dalam tangtu, tetapi bagi masyarakat Baduy Luar penamping dan dangka dibolehkan menanam pohon kopi dan cengkeh  Pelaksanaan buyut tersebut dikokohkan dengan ritual penyapuan, pembersihan, atau sanksi. Tujuan ritual penyapuan adalah membersihkan sumber kotoran dari batin pelanggar dan lingkungannya. Ada dua sanksi yang harus dijalani. Pertama, disisihkan dari lingkungan hidup sehari-harinya. Kedua, diturunkan status kewargaannya.

      Selain itu, ada sanksi lain yang sangat berat, sebagai berikut:
(1) pelanggar buyut langsung ditindak, sedang yang suka rela harus mengajukan permohonan undur rahayu kepada puun.
(2) pelanggar buyut ditetapkan masa pembuangannya, biasanya 40 hari, sedangkan yang suka rela tidak.
(3) pelanggar buyut jika dinilai baik dan ingin kembali ke tempat asalnya akan “diala, setelah habis masa hukumannya, sedangkan yang suka rela jika ingin kembali ke tempat semua harus mengajukan permohonan izin kepada puuni.


Tiga Amalan Pikukuh

      Orientasi pikukuh dilaksanakan oleh umat Sunda Wiwitan untuk tiga amalan. Pertama, ngabara-tapa-keun, amalan tapa terhadap inti jagat dan dunia. Tapa bukan melakukan samadi atau tirakat berdiam diri di tempat sunyi, tetapi melakukan “banyak kerja dan sedikit bicara”. Sebab itu, tapa Baduy adalah bekerja di ladang. Berladang diamalkan bukan hanya sekadar menanam padi, melainkan juga sebagai amalan ajaran agama. Kedua, ngare-remo-keun, amalan menghormati dengan mengawinkan Nyi Pohaci Sanghyang Asri (Dewi Padi) dengan bumi. Amalan kedua ini merupakan ajaran agama Sunda Wiwitan. Ketiga, amalan mengekalkan pikukuh dengan melaksanakan semua aturan yang ada .

      Pikukuh Sunda Wiwitan di atas dikukuhkan dengan kearifan atau filsafat hidup sehari-hari. Filsafat hidup yang diajarkan di dalam agama Sunda Wiwitan adalah bahwa “kehidupan manusia itu telah ditentukan kedudukannya dan tempatnya masing-masing.” Filsafat hidup ini dapat menjelaskan bahwa manusia harus menerima kodratnya masing-masing dan menempati tempat yang sudah ditentukan. Manusia hidup di dunia ini tidak boleh berlebihan dalam mencari kesenangan, cukup menerima yang sudah ada. Sebab itu, tujuan hidup bagi umat Sunda Wiwitan adalah kebajikan (goodness) yang dapat dicapai dengan jalan mentaati pikukuh yang sudah dikodratkan dan yang diberikan kepada kita masing-masing. Jika tidak, berarti hidup itu tidak baik yang akan dirasakan sebagai siksaan atau neraka.


Pandangan Hidup

      Hidup berarti narimakeun kana kadar (menerima yang sudah ditentukan dan jauh dari hawa napsu). Dengan kata lain, hirup narimakeun berarti hidup menerima apa yang sudah menjadi bagiannya, sehingga membuatnya tidak berani untuk berbuat atau hidup di luar yang ditentukan.

      Pandangan hidup umat Sunda Wiwitan yang dipraktikkan dalam ibadah ritual keagamaan yang diatur dengan pikukuh dan ketaatan pada buyut itu akan menentukan keberhasilan panen padi yang melimpah dan kesejahteraan umat manusia.

1 komentar:

  1. Anda salah satu pencinta permainan Sabung ayam?
    Mau bonus menarik setiap harinya???

    Info hub
    WA : 0822 6793 2581

    BalasHapus