[Materi Presentasi untuk CSG - M. Iqbal Djajadi, Departemen Sosiologi, FISIP-UI. Jakarta, Selasa 19 Mei 2009]
Tujuan
Tujuan pertemuan ini adalah memahami konsep konflik, dan menerapkan konsep itu untuk menganalisis situasi yang terjadi di Kalimantan Barat
Konteks Pemahaman
Uraian tentang konflik harus berawal dari pemahaman bahwa konflik merujuk
kepada salah satu dari dua karakteristik penting yang ada pada struktur sosial.
Struktur sosial pada hakekatnya merujuk kepada konfigurasi yang pasti
menampakkan diri dalam satu situasi setiap kali dua orang individu atau lebih
berkumpul dalam satu ruang dan waktu tertentu.
Dengan kata lain, suatu kolektivitas sosial, baik kelompok primer,
komunitas, organisasi, negara maupun masyarakat, dalam suatu ruang dan waktu
yang memungkinkan terjadinya interaksi yang intens pasti akan mengembangkan suatu
struktur sosial tertentu.
Secara umum struktur sosial dapat didefinisikan sebagai pola relasi di
antara aktor-aktor yang berbeda satu sama lainnya.
Sebagai pola relasi, struktur sosial terdiri dari tiga dimensi berikut:
Sebagai pola relasi, struktur sosial terdiri dari tiga dimensi berikut:
* Secara horisontal (diferensiasi), aktor-aktor karena mempunyai perbedaan
dalam karakter (etnik, bahasa, daerah, agama, ras) menempati posisi yang
berbeda satu sama lain.
* Secara vertikal (stratifikasi), aktor-aktor karena mempunyai perbedaan
dalam pemilikan aset sosial (kehormatan & kekayaan), menempati posisi yang
berbeda satu sama lain.
* Secara integral (integrasi), aktor-aktor berusaha menjembatani
perbedaan-perbedaan tersebut dengan melakukan kerja sama yang saling
menguntungkan. Dalam pemahaman ini, integrasi
pada intinya adalah koperasi, dan karena itu suatu struktur sosial jelas
memiliki kapasitas untuk mengembangkan keteraturan, satu situasi yang merujuk
kepada perdamaian.
Walau demikian, hendaknya dipahami bahwa struktur sosial tidak senantiasa
teratur, bertahan dalam situasi yang damai. Fondasi dalam setiap struktur
sosial adalah sumber daya (energi) yang dianggap sebagai aset berharga dalam
setiap kolektivitas.
Keterbatasan sumber daya pada satu pihak, dan di pihak lain adanya ketidaksamaan dalam akses, diskrepansi yang kontras, ketidakadilan, dan/atau ketidakpuasan, mendorong sejumlah aktor berusaha untuk melakukan berbagai upaya untuk menguasai sumber. Aksi ini pada gilirannya mengundang reaksi di kalangan aktor lain, sedemikian sehingga terjadilah konflik.
Keterbatasan sumber daya pada satu pihak, dan di pihak lain adanya ketidaksamaan dalam akses, diskrepansi yang kontras, ketidakadilan, dan/atau ketidakpuasan, mendorong sejumlah aktor berusaha untuk melakukan berbagai upaya untuk menguasai sumber. Aksi ini pada gilirannya mengundang reaksi di kalangan aktor lain, sedemikian sehingga terjadilah konflik.
Singkatnya, setiap struktur sosial secara inheren selalu memiliki potensi
untuk mengalami integrasi sebagaimana juga konflik. Integrasi yang merujuk
kepada koperasi, dan konflik yang merujuk kepada kompetisi adalah pasangan
konsep yang saling melengkapi dalam menggambarkan karakter dasar suatu struktur
sosial.
Definisi Konflik Sosial
Konflik pada hakikatnya merujuk kepada situasi di mana suatu kelompok
berusaha mencapai tujuan dengan menghalangi pencapaian tujuan kelompok lain.
Dengan kata lain, singkatnya, konflik adalah kompetisi.
Konflik adalah fenomena yang wajar dalam kehidupan sosial. Karena adanya
berbagai perbedaan, aktor-aktor akan selalu berkompetisi, mengalami friksi dan
ketegangan dalam hubungan sosial ketika mereka berjuang untuk memperebutkan
aset berharga.
Kendati konflik sering dianggap sebagai satu situasi yang tidak
menyenangkan, namun sebenarnya konflik, bila dapat dikelola dengan baik,
merupakan motor utama bagi perubahan sosial secara relatif damai.
Konflik biasanya terjadi dalam koridor kelembagaan, ruang lingkup terbatas,
bersifat laten, dan dalam situasi yang relatif damai
Tipe Konflik
Berdasarkan bentuk:
- Konflik Manifes
Perbedaan sikap/kepentingan yang diakui oleh
kelompok-kelompok yang terlibat dan dapat diamati secara obyektif oleh pihak
luar. Dengan kata lain, bersifat terbuka.
- Konflik Laten
Perbedaan sikap/kepentingan yang tidak diakui oleh kelompok-kelompok
yang terlibat dan sulit untuk diamati oleh pihak luar. Dengan kata lain, bersifat tertutup.
Berdasarkan aktor (pelaku) yang terlibat:
- Masyarakat vs Negara
Satu kelompok atau lebih dalam masyarakat melakukan
perlawanan dan/atau mengubah status kenegaraan, atau menyatakan keluar dari
jurisdiksi suatu negara (separatis).
- Masyarakat vs Masyarakat
Suatu kelompok bersaing dan/atau berusaha
menyingkirkan eksistensi kelompok lainnya dalam suatu teritori tertentu.
Pemantauan Konflik
- Identifikasi kelompok-kelompok yang terlibat dalam interaksi
- Identifikasi karakteristik sosial setiap kelompok (jumlah, distribusi menurut etnisitas, religi, bahasa, pemukiman, pendidikan, pekerjaan)
- Identifikasi stereotif antar kelompok
- Identifikasi akses setiap kelompok pada bidang
- Aset kultural: sekolah
- Aset sosial: birokrasi
- Aset politik: dewan
- Aset ekonomi: pasar
- Tempatkan kelompok-kelompok itu dalam stratifikasi
- Identifikasi kehadiran dominasi kelompok
- Identifikasi organisasi kelompok
- Identifikasi aktor-aktor sistemik
- Identifikasi perkembangan historik
Kekerasan Sosial
Berbeda dengan konflik, kekerasan sosial merujuk kepada upaya kelompok
untuk mencapai tujuan dengan cara mengeliminasi (memusnahkan eksistensi)
kelompok lain.
Pada dasarnya ada dua bentuk manifestasi kekerasan sosial: kerusuhan & ’perang.’
Kerusuhan merujuk kepada kekerasan simbolik, sedangkan perang merujuk kepada
kekerasan fisik dalam arti sebenarnya.
Dikatakan simbolik karena dalam kerusuhan obyek yang diserang lebih kepada
simbol, tidak terorganisasi, dan bisanya hanya melibatkan antara masyarakat
versus negara. Hal ini kontras dengan perang karena obyek yang diserang
langsung kepada manusia, terorganisasi, dan terutama melibatkan di antara
masyarakat itu sendiri dengan negara dalam pihak pasif mau pun aktif. Dan
karena itulah perang yang biasanya berlangsung lama dan terjadi dalam wilayah
yag luas itu cenderung membawa korban yang sangat besar.
Kekerasan sosial bukan merupakan eskalasi dari konflik: meningkatnya konflik
tidak otomatis akan mengarahkan pada terjadinya kekerasan sosial.
Pemantauan Kekerasan Sosial
1. Identifikasi preseden kekerasan di masa lampau
2. Identifikasi kelompok-kelompok yang terlibat dalam kekerasan itu
3. Identifikasi adanya reputasi solidaritas satu kelompok
4. Identifikasi kriminalitas menurut kelompok
5. Identifikasi satu tindakan kritis yang menentukan
6. Identifikasi pembentukan organisasi
7. Identifikasi aktor-aktor sistemik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar