Sabtu, 24 Desember 2016

Konflik dan Kekerasan Sosial: Belajar dari Kalimantan Barat

[Materi Presentasi untuk CSG - M. Iqbal Djajadi, Departemen Sosiologi, FISIP-UI. Jakarta, Selasa 19 Mei 2009]


Tujuan

Tujuan pertemuan ini adalah memahami konsep konflik, dan menerapkan konsep itu untuk menganalisis situasi yang terjadi di Kalimantan Barat


Konteks Pemahaman

Uraian tentang konflik harus berawal dari pemahaman bahwa konflik merujuk kepada salah satu dari dua karakteristik penting yang ada pada struktur sosial.

Struktur sosial pada hakekatnya merujuk kepada konfigurasi yang pasti menampakkan diri dalam satu situasi setiap kali dua orang individu atau lebih berkumpul dalam satu ruang dan waktu tertentu.

Dengan kata lain, suatu kolektivitas sosial, baik kelompok primer, komunitas, organisasi, negara maupun masyarakat, dalam suatu ruang dan waktu yang memungkinkan terjadinya interaksi yang intens pasti akan mengembangkan suatu struktur sosial tertentu.

Secara umum struktur sosial dapat didefinisikan sebagai pola relasi di antara aktor-aktor yang berbeda satu sama lainnya.

Sebagai pola relasi, struktur sosial terdiri dari tiga dimensi berikut:

* Secara horisontal (diferensiasi), aktor-aktor karena mempunyai perbedaan dalam karakter (etnik, bahasa, daerah, agama, ras) menempati posisi yang berbeda satu sama lain.

* Secara vertikal (stratifikasi), aktor-aktor karena mempunyai perbedaan dalam pemilikan aset sosial (kehormatan & kekayaan), menempati posisi yang berbeda satu sama lain.

* Secara integral (integrasi), aktor-aktor berusaha menjembatani perbedaan-perbedaan tersebut dengan melakukan kerja sama yang saling menguntungkan. Dalam pemahaman  ini, integrasi pada intinya adalah koperasi, dan karena itu suatu struktur sosial jelas memiliki kapasitas untuk mengembangkan keteraturan, satu situasi yang merujuk kepada perdamaian.

Walau demikian, hendaknya dipahami bahwa struktur sosial tidak senantiasa teratur, bertahan dalam situasi yang damai. Fondasi dalam setiap struktur sosial adalah sumber daya (energi) yang dianggap sebagai aset berharga dalam setiap kolektivitas. 

Keterbatasan sumber daya pada satu pihak, dan di pihak lain adanya ketidaksamaan dalam akses, diskrepansi yang kontras, ketidakadilan, dan/atau ketidakpuasan, mendorong sejumlah aktor berusaha untuk melakukan berbagai upaya untuk menguasai sumber. Aksi ini pada gilirannya mengundang reaksi di kalangan aktor lain, sedemikian sehingga terjadilah konflik.

Singkatnya, setiap struktur sosial secara inheren selalu memiliki potensi untuk mengalami integrasi sebagaimana juga konflik. Integrasi yang merujuk kepada koperasi, dan konflik yang merujuk kepada kompetisi adalah pasangan konsep yang saling melengkapi dalam menggambarkan karakter dasar suatu struktur sosial.


Definisi Konflik Sosial

Konflik pada hakikatnya merujuk kepada situasi di mana suatu kelompok berusaha mencapai tujuan dengan menghalangi pencapaian tujuan kelompok lain. Dengan kata lain, singkatnya, konflik adalah kompetisi.

Konflik adalah fenomena yang wajar dalam kehidupan sosial. Karena adanya berbagai perbedaan, aktor-aktor akan selalu berkompetisi, mengalami friksi dan ketegangan dalam hubungan sosial ketika mereka berjuang untuk memperebutkan aset berharga.

Kendati konflik sering dianggap sebagai satu situasi yang tidak menyenangkan, namun sebenarnya konflik, bila dapat dikelola dengan baik, merupakan motor utama bagi perubahan sosial secara relatif damai.

Konflik biasanya terjadi dalam koridor kelembagaan, ruang lingkup terbatas, bersifat laten, dan dalam situasi yang relatif damai


Tipe Konflik

Berdasarkan bentuk:

  1. Konflik Manifes
Perbedaan sikap/kepentingan yang diakui oleh kelompok-kelompok yang terlibat dan dapat diamati secara obyektif oleh pihak luar. Dengan kata lain, bersifat terbuka.

  1. Konflik Laten
Perbedaan sikap/kepentingan yang tidak diakui oleh kelompok-kelompok yang terlibat dan sulit untuk diamati oleh pihak luar. Dengan kata lain, bersifat tertutup.


Berdasarkan aktor (pelaku) yang terlibat:

  1. Masyarakat vs Negara
Satu kelompok atau lebih dalam masyarakat melakukan perlawanan dan/atau mengubah status kenegaraan, atau menyatakan keluar dari jurisdiksi suatu negara (separatis).

  1. Masyarakat vs Masyarakat
Suatu kelompok bersaing dan/atau berusaha menyingkirkan eksistensi kelompok lainnya dalam suatu teritori tertentu.


Pemantauan Konflik

  1. Identifikasi kelompok-kelompok yang terlibat dalam interaksi
  2. Identifikasi karakteristik sosial setiap kelompok (jumlah, distribusi menurut etnisitas, religi, bahasa, pemukiman, pendidikan, pekerjaan)
  3. Identifikasi stereotif antar kelompok
  4. Identifikasi akses setiap kelompok pada bidang
    1. Aset kultural: sekolah
    2. Aset sosial: birokrasi
    3. Aset politik: dewan
    4. Aset ekonomi: pasar
  5. Tempatkan kelompok-kelompok itu dalam stratifikasi
  6. Identifikasi kehadiran dominasi kelompok
  7. Identifikasi organisasi kelompok
  8. Identifikasi aktor-aktor sistemik
  9. Identifikasi perkembangan historik

Kekerasan Sosial

Berbeda dengan konflik, kekerasan sosial merujuk kepada upaya kelompok untuk mencapai tujuan dengan cara mengeliminasi (memusnahkan eksistensi) kelompok lain.

Pada dasarnya ada dua bentuk manifestasi kekerasan sosial: kerusuhan & ’perang.’ Kerusuhan merujuk kepada kekerasan simbolik, sedangkan perang merujuk kepada kekerasan fisik dalam arti sebenarnya.

Dikatakan simbolik karena dalam kerusuhan obyek yang diserang lebih kepada simbol, tidak terorganisasi, dan bisanya hanya melibatkan antara masyarakat versus negara. Hal ini kontras dengan perang karena obyek yang diserang langsung kepada manusia, terorganisasi, dan terutama melibatkan di antara masyarakat itu sendiri dengan negara dalam pihak pasif mau pun aktif. Dan karena itulah perang yang biasanya berlangsung lama dan terjadi dalam wilayah yag luas itu cenderung membawa korban yang sangat besar.

Kekerasan sosial bukan merupakan eskalasi dari konflik: meningkatnya konflik tidak otomatis akan mengarahkan pada terjadinya kekerasan sosial.


Pemantauan Kekerasan Sosial

1. Identifikasi preseden kekerasan di masa lampau
2. Identifikasi kelompok-kelompok yang terlibat dalam kekerasan itu
3. Identifikasi adanya reputasi solidaritas satu kelompok
4. Identifikasi kriminalitas menurut kelompok
5. Identifikasi satu tindakan kritis yang menentukan
6. Identifikasi pembentukan organisasi
7. Identifikasi aktor-aktor sistemik



Tidak ada komentar:

Posting Komentar